repost from my daddy :')
Rasa ini sebenarnya sudah mulai sejak 2 bulan lalu walaupun secara mendalam ku rasakan sebulan yang lalu.
Saat
itu, tanggal 11 Juli 2010 sampai dengan 18 Juli 2010 ketika saya
ditugaskan ke Bandung dan berlanjut tugas ke Yogyakarta sejak tanggal
19 Juli 2010 sampai dengan 24 Juli 2010. Acara yang begitu padat dan
dibalik semua itu ku coba menahan rasa gelisah meninggal kan istri dan
keluarga di kota Bumi Nyiur Melambai. Seperti biasa mereka tak pernah
tahu kegelisahan diriku. Saya selalu mencoba tuk menyembunyikan
semuanya, termasuk kepada keluargaku di Jawa dan temen lainnya.
Kegelisahan itu terjadi karena waktu menjelang kehadiran buah hatiku
yang ke-8 (yang kata USG seorang wanita).
Waktu sudah meminta
saya segera menyelsaikan tugasku di Bandung dan langsung meluncur ke
Solo sebelum saya ke Yogyakarta, tuk mencoba menyempatkan diri melihat
ketiga buah hatiku yang berada di Kota Batik Solo.
Hari sudah
menunjukan Ahad, 18 Juli 2010, jam 14.00 WIB, saya pun harus segera
meluncur ke Kota Gudeg Yogyakarta. Hari senin tanggal 19 Juli 2010
adalah hari pertama kami memulai melakukan tugas di sana. Jam di HP
saya sudah menunjukkan pukul (seingat saya) sekitar 08.30 WIB yang
bertepatan HP saya bergetar tanda ada panggilan masuk yang ternyata
adalah adik Iparku dari Solo. Assalaamu alaikum, sapaku lembut padanya.
Wa alaikumussallam, balasnya dengan nada yang sedikit tergesa-gesa, dan
bisa kurasakan gemetar dirinya dari nada suaranya di dalam HP ku. Saya
sedikit sudah bisa merasakan kalau ada sesuatu yang tidak beres.
Berlanjut, katanya, Mas, Sa’ad (panggilan buah hatiku yang pertama)
kecelakaan naik sepeda motor dan sekarang di Rumah Sakit YARSI Solo, dan
rencana akan di operasi karena ada patah tulang tangan kiri. Saya
tidak bisa pulang karena acara baru saja mulai. Wal hasil saya minta
agar segera di bawa saja ke Rumah Sakit Islam Kustati Solo untuk
dilakukan penanganan yang lebih intensif. Saya pun langsung menghubungi
semua sodara agar kejadian ini tidak pernah sampai ke manado kecuali
saya sendiri yang membawanya. Karena saya takut terjadi hal yang tak
kuinginkan terhadap istri saya, mengingat di Manado sendiri.
Pada
hari Rabu tanggal 21 Juli 2010, operasi sudah selesai dan berjalan
lancar. Pada hari yang sama saya mendapat informasi kalau saya akan
ditugaskan kembali ke Purwakarta di awal bulan Agustus 2010, dan kalau
ini benar maka praktis saya di Manado hanya satu pekan saja. Mengingat
saya dalam kondisi yang resah karena istri saya sudah waktunya
melahirkan (hal ini tidak ada yang mengetahui kecuali saya dan temen2 di
Manado saja), maka saya pun mencoba untuk sampaikan dan beranikan
berbicara kepada Kepala kantor mengenai hal ini, dan jika ada pejabat
yang bisa menggantikan saya tugas ke Purwakarta maka saya siap untuk
melakukan transfer konwlegde kepadanya. Kepala Kantor memutuskan tidak
ada pejabat lain kecuali Pak Jun. Saya katakan siap pak, saya akan
lakukan tugas ini. Sambil meneteskan air mata (untung saja waktu itu
saya telpon aja).
Tanggal 25 Juli 2010, malam tepat jam 20.30 WITA
saya sampai rumah di Manado. Dengan membawa berita buruk dan sedikit
beban di dalam hati ini. Aku mencintai istriku, dan dia sedang
menghadapi hari-hari yang berat. Dia sempat tanyakan bagaimana kabar
anak-anak di Solo. Hati saya langsung terperanjat dan coba tuk
kendalikan diri dengan sedikit menikmati secangkir Teh Panas yang tidak
terlalu manis (sesuai kesukaannku) buatannya. Baru kemudian kujawab
pertanyaan itu,” Alhamdulillah baik-baik, sehat, mereka sehat semua.”
Tidak menyangka istri tanyakan juga, gimana Sa’ad?.. Pertanyaan yang
sangat membuat aku kaget, tapi masih mampu tuk “berbohong”,
Alhamdulillah Sa’ad baik kok. Saya tidak pernah ceritakan keadaan yang
sesungguhnya sampai waktu yang Alloh telah tentukan.
Awal agustus
sudah mulai kami masuki dengan kondisi hati saya yang masih terasa resah
dan gelisah. Apalagi sejak saya pulang dari Yogyakarta, aku melihat di
wajah istri saya yang agak pucat dan aku merasakan ada sesuatu yang
selalu tak mau ungkapkan kalau hal itu sesuatu yang negative, karena aku
takut kejadian negative kan terjadi, seperti peristiwa peristiwa yang
telah berlalu sering kami alami bersama berawal dari pikiran pikiran
negative saya.
Tugas saya ke Purwakarta sudah mulai deket, tanggal
sudah menunjukkan 29 Juli 2010, akhirnya saya pun bercerita setelah
saya tidak mampu lagi “menolak” penugasan ini. Saya berpikir tidak ada
lagi memang yang bisa menggantikan saya ke Purwakarta. Walhasil, saya
katakan kepadanya kalau saya pekan depan tugas kembali ke Purwakarta.
Sentak, dia kaget. Saya langsung bisa merasakan apa yang sedang
dirasakannya, yaitu bagaimana kalau akan melahirkan karena perkiraan
kemungkinan awal Agustus 2010, memang bisa juga lebih, katanya. Mulai
hari itulah jiwa ini semakin tambah gelisah, saya semakin bisa lihat
rasa sakit yang dia rasakan. Wajahnya yang terus berubah semakin pucat
di akhir Juli 2010 kala itu.
Di Purwakarta, acara selesai tanggal 6
Agustus 2010, saya sempet pergi ke rumah seorang temen lama di
Cikarang, Bekasi setelah kami berjanji tuk ketemu. Saya, dengan kondisi
masih gelisah terus tetap mencoba menepati janji saya pada temen karena
undangannya untuk main ke rumahnya di Cikarang. Rkuasa gelisah bisa
saya sembunyikan di tengah-tengah kebahagiaan keluarga mereka. Kami
sempat di ajak silaturahim di rumah seorang teman lama juga, dan sempat
di minta mengisi salah satu acara pengajian beliau, dan berkunjung ke
pesantren anaknya…sempat lupa sedikit tentang masalah di Manado. HP ku
berdering dan kulihat nama istriku muncul, saya pun kembali gelisah
karena saya kira ada masalah di Manado. Mulai saat itu, yang ada dalam
perasaan dan pikiran saya adalahkalau istri saya sedang sakit, sedang
sakit, dan sedang sakit semakin kuat.
Ahad, 8 Agustus 2010,
tepatnya pagi hari, saya sudah mulai siap-siap untuk berangkat ke
bandara Soeta tetapi sebelumnya, saya bersama teman mengajak jalan pagi
dan sekaligus senam nusantara di lapangan di deket rumahnya. Wah… saya
sebenarnya suka tetapi karena ketidaksiapan saya, maka saya hanya bisa
menyaksikan suasana indah di sana sambil sedikit foto-foto melalui HP di
tangan. Ku bertemu dengan banyak temen dan sekalian berpamitan semoga
saya bisa kembali untuk bertemu kembali. Ku kembali ke Manado bersama
do’a mereka buat saya dan sodara-sodara di Manado.
Ahad malam
sampai di rumah, saya semakin merasakan kondisi istri yang terlihat
semakin lemah, pucat dan seperti orang yang sudah lama sakit. Saya lupa
tepatnya tanggal berapa, saya membawanya ke dokter di waktu malam, wal
hasil..dokter memberikan masukan agar istri di operasi … disitu dengan
jantung yang semakin kencang berdebar …mengatakan…ah itu biasa dokter
suka begitu… tapi ternyata dalam hati ini tidak bisa di bohongi, rasa
gelisah dan resah semakin menggunung walau diri ini mencoba menenangkan
diri sendiri. Dalam pikiran ini yang ada adalah istri saya sakit dan
sakit, saya tidak sadar lagi kalau istri hamil akan melahirkan. Itulah
yang ku ingat. Sampai kemudian saya pun bercerita ke sodara kalau istri
saya sakit dan akan dioperasi (padahal itu belum terjadi karena baru
kontrol-kontrol ke dokter saja), mohon do’anya, itu yang saya sampaikan.
Itulah suatu hal yang belum pernah ku alami sepanjang hidup saya
berkeluarga ini. Saya seperti sadar tetapi berada di dunia di bawah
sadarku.
Akhir agustus saya ditugaskan kembali ke luar kota, baru
saja saya sampai di tempat tujuan istri telepon dan menceritakan kalao
perutnya kram… Saya semakin tidak bisa apa apa lagi. Saya hanya bertanya
mungkin kamu salah makan atau minum melalui pesan pendek dari HP saya.
Sedikit lega setelah dia menjawab, ya sepertinya saya salah minum, jadi
perut saya kram. Saya merasa sedikit tenang.
Pagi hari di kota
Tomohon, matahari hangat menyinari kota itu. Hati sedikit tenang, hari
menunjukan hari Jum’at tanggal 27 Agustus 2010, jam 08.00 WITA(kurang
lebih. Tiba-tiba HP bergetar dan nama istri terlihat di screen HP,
kuangkat dan kami berbicara sambil bercanda, selesai ngobrol dan kami
tutup pembicaraan. Saya duduk sebentar di kasur kamar hotel. Tiba-tiba
HP bergetar kembali, kuangkat dan tanpa salam istriku berkata,” mas
cepat pulang, saya pendarahan berat, banyak sekali darah yang keluar,
cepat pulang ya…!” Jawabku,” Ya, tapi jangan nunggu saya karena masih
lama sampai manado, kamu hubungi dulu temen sebelah rumah untuk bisa
mengantar.” Saya pun akhirnya kembali manado lagsung ke rumah sakit
yang memang sudah saya ketahui sebelumnya. Di sana, saya ketemu dokter
dan setelah diperiksa, istri benar harus operasi, pikiran saya hanya
terpikir di istri (tidak di anak yang di kandungnya). Saya hanya
berpikir istri saya sakit dan sekarang harus operasi. Saya diminta ke
PMI untuk mencari darah golongan O sebanyak 4 kantong. Alhamdulillah
kami dapatkan darah itu, 1 kantong dari PMI, 3 kantong dari temen-temen
pendonor, bahkan mereka yang mendonorkan darahnya harus membatalkan
puasanya karena harus donor (terima kasih saodaraku Fahmi A. Rahim dkk,
kalian sudah berusaha menyelamatkan istriku, semoga Alloh mencatat
amalmu, amin).
Tidak ada siapa-siapa di manado, saudara kandung,
keluarga, tidak ada semuanya. Saya sendiri dengan anak-anak yang paling
besar kelas 4 SD yang bisa membantuku untuk mengatur 3 orang
adik-adiknya. Kutinggalkan mereka berempat sendiri di rumah. Seharian ku
mencari darah dan setelah ku informasikan ke dokter, maka istri sudah
akan siap tuk dioperasi, tinggal menunggu saya ke rumah sakit untuk
tanda tangan administrasi sebelum operasi di laksanakan. HP bergetar
terus dan menyuruh saya cepat sampai ke rumah sakit Permata Bunda karena
tinggal nunggu saya. Ya alloh, Engkau maha menentukan, mobil yang kami
tumpangi terjebak macet hampir 2 jam. HP terus bergetar. Hati yang
gelisah kututupi dengan raut muka berkeringat karena panasnya jalan
Boulevard Manado
Alhamdulillah kurang lebih jam 13 saya sampai
juga di Rumah Sakit dan langsung disodorkan kertas untuk saya tanda
tangani, tanpa bisa membaca lagi apa isi kertas itu.
Jam 13.20
(kalau tidak salah) saya dipanggil dokter dah diserahkan kepadaku
seorang bayi mungil, kata dokter, “ Akan di adzankan? Jawab saya,” Ya.”
Saya adzan di telinga kanannya, tapi pikiran masih terus menuju kepada
istri saya, seperti saya tidak “pedulikan” si bayi ini. Sudah ada yang
mikirin bayinya, dalam benak saya. Dok, laki atau perempuan, “tanyaku.
Perempuan, Jawab dokter.
Sore harinya, saya denger, kalau keempat
anak-anak saya diambil seorang temen untuk dibawa ke rumahnya karena
mungkin melihat di rumah mereka tidak ada temen. Bagaimana makan sahur
dan buka puasanya, karena anak saya yang kelas 4 SD (Isma’il Jundi
Al-Hanif) sudah menjalankan ibadah puasa penuh satu hari. Terima kasih
Ibu Pungki dan Bapak, semoga apa yang Ibu dan Bapak lakukan dibalas oleh
Alloh dengan ampunan dan Syurga-Nya. Amin.
Kondisi kecelakaan
Sa’ad pun belum saya ceritakan kepada istri. Saya pun masih terasa kalau
istri bukan melahirkan tetapi sedang sakit. Informasi ke keluarga di
Solo pun (Mertua, Ipar, kakak, Ibu, dan anak-anak serta temen) masih
tentang istri saya sakit dan operasi, sakit di perut, bukan melahirkan.
Tidak ada niat sedikitpun yang terbersit di dalam hati ini tuk ngapusi
dan berbohong kepada kalian… tapi kalau diantara kalian menganggap saya
sudah membohongi kalian, saya dengan hati yang dalam minta maaf… Itu
salah saya bukan salah kalian yang menuduh saya seperti itu. Dan jika
diantara kalian, karena ini, sulit lagi untuk mengembalikan kepercayaan
kalian kepada saya, saya tidak lagi punya kemampuan kecuali cerita ini
untuk menjelaskannya. Memang salah saya, mengapa saya harus melakukan
itu. Saya manusia yang lemah, yang diberi perasaan yang halus, tapi
dengan raga seperti orang yang selalu tegar. Mungkin saya tidak seperti
menantu lainnya, sodara ipar lainnya, abi-abi yang lainnya, temen/ikhwah
yang lainnya) inilah saya yang lemah dan tak mampu melakukan sesuatu
yang selalu benar…selalu ada sisipan-sisipan kesalahan di dalamnya.
Kalau
diri ini berniat bohong, sudah saya tutup semua jalur informasi, baik
dari diri ini, dan istri untuk tidak aktif di FB, telpon, dan apapun.
Sudahlah ini cerita yang sebenarnya terjadi. Dan jika ada kesalahan
tulis maafkan saya. Tidak ada lagi penjelasan lain karena saya tidak
punya cerita selainnya.
Al-faqir, yang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan.
Jun Suwarno