Entah darimana mulanya, yang pasti hanya ada di negeri tercinta Indonesia, lebaran selalu identik dengan ketupat, baju baru, sepatu baru, cat rumah baru, mobil baru, belanja, mudik, macet dimana-mana, bahkan seorang kawan pernah berkata ”pada mau kemana nih orang2, bikin macet aja...?”mungkin jawabannya persis sama seperti iklan salah satu rokok di TV.
Mulai pasar tradisional, super market, mall semuanya tidak luput dari berjubelnya orang-orang tujuan mereka semuanya sama berbelanja menyiapkan euphoria lebaran, semua orang menjadi sangat repot, tetapi kerepotan yang disengaja ini memang dinikmati oleh semua muslim di Indonesia, bahkan dulu di kampungku menjelang sepekan akan lebaran orang tua ku sibuk memasak masakan yang enak yang lantas dibagi-bagikan ke semua orang sekampung dan sanak keluarga. Lucunya acara membagi-bagikan masakan ini sering berbarengan waktunya, sehingga kadang-kadang masakan yang kita kirim ke si A lantas dikirimkan lagi ke si B, dari si B ke si C..dst, akhirnya makanan tersebut sampai lagi di si A.
Begitupun dengan kebiasaan
membeli baju baru, biasanya penampilan baru di hari raya sangat erat terkait
dengan mudik,adat yang selalu mengutamakan penampilan fisik saat bepergian
termasuk didalamnya menggunakan busana dan perhiasan menganggap bahwa orang
yang kurus, berbaju belel, serta tidak mengenakan perhiasan ,merupakan gambaran
orang-orang yang tidak terurus, tapi sebaliknya jika tubuh kita ‘lintuh’ alias
besar dan kuat, ditambah busana yang mentereng serta perhiasan emas yang
berjejer di tangan sepanjang 10 cm, cincin yang melingkar di setiap ketiga
jari, kalung yang berbelit-belit gemerlap, dan gelang kaki yang berbunyi saat
digerakkan merupakan indikasi orang yang ‘senang’. Tampilan seperti ini dimaksudkan
agar sanak familiy merasa senang melihat kita, agar mereka menganggap kalau
kita termasuk orang yang tidak susah.
Ada keadaan yang sangat ironis terjadi di sekitar masyarakat kita, saat
mereka harus berjubel-jubel di mall dan bermacet-macet di jalanan, dan
bercape-cape mencari barang-barang yang akan dibeli, dengan enteng
”wah haus ya...kita beli es yuk...kita kan sedang dalam perjalanan jadi
boleh buka...” padahal membeli barang-barang itu buak dari bagian perintah Allah, mungkin
malaikat akan bilang ”siapa suruh elo beli barang-barang...” Fenomena
ini menggambarkan betapa mereka belum secara utuh memahami Islam, setiap ibadah
dipahami sebagai bentuk kebiasaan yang diturunkan dari orang tua mereka. Setiap
ramadhan tiba maka keluhan yang banyak keluar dari mulut mereka, wah resiko
dapur jebol lagi nih...wah budget untuk lebaran bisa menguras tabungan
nih...wah panas terik begini haus n lapar, shaum pula...dan segudang seluhan
meluncur bak papan luncur di TK anakku Persis sama seperti yang yang disindir
dalam hadits riwayat An Nasa’i dan Ibnu Majaah.
”berapa banyak
orang yang berpuasa tidak mendapatkan dari puasanya itu kecuali lapar dan haus
saja...
Kemenangan...
Saat jelang detik-detik terakhir merupakan kemenangan bagi mereka yang
benar-benar shaum, kemenangan sebagai juara dalam mengalahkan hawa nafsu,
menang dalam berlomba-lomba mendapatkan keridhaanNya, menang telah menuntaskan
semua tugas dan amanah sebagai mukmin di bulan ramadhan...., bukan kemenangan
atas terpasungnya hawa nafsu dari cengkraman syetan....bukan kemenangan atas
bolehnya kembali melakukan maksiat bada ramadhan dan ...bukan pula menang atas
atas mengumbar nafsu makan dan syahwat sejadi-jadinya...bukan ....dan bukan....
Kemenangan yang didapat seorang
mukmin adalah kemenangan terbebas dari semua dosa, Allah telah memberikan
kesucian atas jiwa-jiwa mukmin yang telah melakukan shaum di bulan ramadhan.
Seperti kisah seekor ulat yang lama bertapa dalam kepompong dan setelah keluar
maka ia berubah bentuk dari binatang yang menjijikan mendai seekor kupu-kupu
yang indah memberikan manfaat bagi alam disekitarnya. Begitupun mukmin...saat
selesai ramadhan ia harus berubah bentuk menjadi mukmin yang berprestasi, menjadi
rahmatan lil alamin, mengubah sikap dan perilaku menjadi jauh lebih baik dari
sebelumnya.
Untuk itulah marilah kita
mulai dari sekarang untuk selalu merekonstruksi diri, mengubah diri menjadi
lebih baik
Mental orang berpuasa akan seperti bayi:
tidak sombong, tidak serakah, dan tidak pernah mendendam.
Pertama: Sabda Nabi Muhammad, Wahai Umatku meski kamu berpuasa sebulan penuh, kamu tidak bisa masuk surga, kalau di hatimu masih ada penyakit sombong. Walau hanya sebesar biji Zarrah.
Kedua: Bayi tidak serakah atau tamak bahkan Rakus. Kebaikan tidak mungkin tegak di sebuah masyarakat dimana ketamakan dan keserakahan menjadi budaya.
Ketiga: bayi pun tidak pernah pendendam,
tidak sombong, tidak serakah, dan tidak pernah mendendam.
Pertama: Sabda Nabi Muhammad, Wahai Umatku meski kamu berpuasa sebulan penuh, kamu tidak bisa masuk surga, kalau di hatimu masih ada penyakit sombong. Walau hanya sebesar biji Zarrah.
Kedua: Bayi tidak serakah atau tamak bahkan Rakus. Kebaikan tidak mungkin tegak di sebuah masyarakat dimana ketamakan dan keserakahan menjadi budaya.
Ketiga: bayi pun tidak pernah pendendam,
Manfaatkalah Ramadhan tahun ini karena tidak
ada jaminan kita dapat bertemu dengan Ramadhan tahun depan. Mari kita gunakan
sisa waktu kita untuk meraih keridhoan Allah, dan semoga kita kembali kepada
Allah dalam keadaan Khusnul khotimah.
Ya Allah, rahmatilah dan ampunilah segala salah dan silap kami selama bulan suci-Mu….
Ya Allah, jadikanlah kami semua manusia yang baik, berahlak dan manusia-manusia yang Engkau ridhoi di 11 bulan kedepan…
Ya Allah, izinkanlah kami untuk berjumpa lagi dengan bulan suci-Mu ini ditahun depan…
Ya Allah, wafatkanlah kami semua kelak dalam keadaan yang Engkau ridhoi dan rahmati….
Amiiin Allahuma Amiiin.
0 comments:
Post a Comment